Saturday, April 11, 2015

Almaira Naura Jannah

Almaira Naura Jannah. 
Putri Bunga Surga.

Dari sekian banyak nama, Almaira Naura Jannah menjadi pilihan kami.
Berharap putri kami dapat seharum bunga dalam tindak dan tutur katanya, putri yang menjadi ahli surga. Tapi siapa sangka ternyata dia memang putri bunga surga. 

16 Maret 2015 tepat saat azan subuh berkumandang, Almaira lahir. 
Cantik, mukanya bulat seperti Ayahnya, putih dan bersih, rambutnya sedikit ikal dan pirang, kata Ayahnya kakinya panjang dan Almaira tersenyum manis. Tak pernah ada tangis dari bibirnya, mungkin dia senang saat dilahirkan dan langsung kembali padaNya.

Almaira Naura Jannah.
Penguji ikhlas kami. Penguji ketaatan kami. Tunggu kami yah, Nak.

Jadilah bunga surga seperti harapan kami.
Almaira Naura Jannah.


Kejutan Kehidupan

Bismillah.
Sebenarnya menuliskan cerita ini agak berat, seperti mengulang lagi yang akhirnya membuat sedih. Tapi ngak apa-apa yah, mungkin bisa jadi pengalaman untuk berbagi, dan menshare apa yang saya rasakan. Jangan nangis yah Feby! :)

Saat memasuki 40 minggu kehamilan saya mulai gelisah, ko si Kaka belum ada tanda-tanda mau keluar yah. Saat periksa terakhir dokter kandungan yang memeriksa saya mengatakan kalo si Kaka sudah masuk ke panggul yang artinya posisi udah siap brojol, berat dan perkembangan si Kaka sudah cukup, tapi si dokter bilang kalau plasentanya sudah mulai tua, ada warna putihnya. Tapi so far semua masih dalam kondisi normal dan baik-baik saja, sehingga saya dan suami tidak perlu khawatir. Dan si dokter memastikan kalau saya masih bisa melahirkan secara normal, kondisinya baik untuk saya maupun si bayinya. Semakin mendekati minggu ke 40, saya lebih giat lagi jalan pagi, ngepel jongkok, senam dan berenang. Walaupun kaki pegel nggak karuan, punggung rasanya mau copot, tapi ngak apaa2 semua demi si Kaka.

Artikel tanda-tanda persalinan semakin sering saya baca, obrolan emak-emak di situs mengenai kehamilan, kelahiran makin sering saya lihat berharap ada pengalaman yang sama dengan saya. Maklum ini kan kehamilan dan persalinan pertama, saya benar-benar ingin semua baik-baik saja.
Hingga akhirnya tanda pertama muncul. 15 Maret 2015, seperti biasa saat trimester terakhir kehamilan bulak-balik ke kamar mandi sudah menjadi kebiasaan saya. Pagi ini rasanya agak berbeda, perut saya yang memang sudah mulas dari semalam dan saya merasa celana dalam saya basah. Dengan malas saya ke kamar mandi untuk buang air kecil, saat membuka celana dalam, kaget dan juga senang. Akhirnya yang ditunggu muncul, ada lendir darah di celana dalam saya, tanda-tanda persalinan pertama. Buru-buru saya ke kamar dan membangunkan suami "Sayang, kayanya kita harus ke rumah sakit deh sekarang". Sontak saja si suami bangun "kenapa? udah mau lahir?". Setelah sholat subuh saya dan suami meluncur ke rumah sakit. Saat diperiksa sudah pembukaan satu. Alhamdulillah, semakin dekat saya untuk menemui si Kaka yang sudah ditunggu-tunggu.

Ternyata proses si Kaka memasuki panggul cukup lama. Karena masih pembukaan satu maka si suster yang menangani saya bilang "4 jam lagi di observasi yah bu, kalau masih belum nambah juga Ibu boleh pulang dulu, tapi kalau mau di sini juga boleh". 4 jam kemudian saya di observasi dan masih sama, pembukaan 1 dan belum bertambah. Tapi karena saya dan suami berpikir akan terburu-buru kalau pulang ke rumah dan kembali lagi ke rumah sakit akhirnya saya tetap di rumah sakit menunggu hingga si Kaka lahir.

Setelah hampir 24 jam akhirnya pembukaan bertambah, dan rasa mulas yang saya rasakan semakin dahsyat. Semakin senang saya, akhirnya sebentar lagi gendong si Kaka. 16 Maret 2015, pukul 04.44 WIB saya melahirkan, anak perempuan seberat 2,4 kg secara normal. Tapi sayangnya saat lahir dia nggak nangis, pikiran saya mulai kalut, sakit yang saya rasakan tiba-tiba tidak terasa, entah rasanya saya gelisah tapi pasrah. Dokter yang mambantu saya melahirkan bilang, iyah tunggu dulu jangan menangis dulu ini sedang diusahakan. Rasanya benar-benar lemas, saya cuma bisa memandangnya di bed lain sedang dibantu pernapasan, bergantian saya memandang suami saya. Kacau.

Setelah 5 menit bantuan tidak merespon, tim dokter langsung membawa bayi saya ke ruang tindakan anak, suami saya ikut untuk menyaksikan. Saya hanya bisa diam, sedih rasanya tapi nggak bisa nangis. Air mata saya rasanya kering. Setengah jam, sejam sampai akhirnya jam 06.00 suami saya datang ke kamar dan mengabarkan, si Kaka sudah pulang duluan. Innalillahi. Air mata saya kering, sulit untuk menangis.

Lalu saya bisa apa? Pasrah, berusaha ikhlas.
Ingin rasanya menangis meraung agar puas, tapi semua tertahan, air mata saya kering. 
Ingin segera mendatanginya di perawatan bayi, menggendongnya sebentar, hanya untuk melekatkan wajah dan tubuhnya di ingatanku.
Ingin rasanya menanyakan penyebabnya langsung ke dokter mengapa bisa seperti ini.
Ingin rasanya saya bilang ke semua orang yang datang dan menunggui untuk tidak menangis. Sudah jangan ditanya, jangan di andai-andai, jangan di sesali, saya sesak. Rasanya semua tangis orang-orang, rasa penasaran orang-orang, pertanyaan-pertanyaan yang saya juga tidak tahu mengapa hanya menyudutkan saya tidak bisa melahirkannya dengan selamat. Tidak bisa menjaganya dengan benar selama di kandungan sehingga si Kaka ga bisa bertahan lebih lama. Saya benar-benar merasa bersalah. Akhirnya saya cuma bisa senyum, sambil menjawab semua dengan "belum rejekinya punya anak, doain aja yah".

Setelah itu saya memang kadang menangis? Iyah saya menangis. Tapi bukan sedih karena kehilangan yang saya harapkan. Saya memang sangat sedih dengan meninggalnya buah hati yang saya tunggu, tapi bukan itu yang membuat saya menangis. Saya percaya, Allah selalu punya rencana lain yang lebih baik dibandingkan semua khayal dan angan-angan yang telah didamba manusia. Saya sangat yakin putri kecil saya sudah menjadi bidadari surga yang sangat cantik dan tersenyum sangat manis seperti wajahnya saat terakhir saya lihat di sana. Saya sangat percaya, Allah telah menjaganya di sana, lebih baik, lebih aman dibanding jika saya yang menjaganya.

Saya sedih dan menangis saat melihat suami saya terlihat sangat sedih, terpukul dan kecewa dengan meninggalnya putri kami.
Saya menangis melihat orang tua dan semua keluarga terlihat sangat sedih kehilangan cucu, ponakan dan anak yang dinantinya.
Saya menangis setiap mendengar orang-orang mempertanyakan mengapa bisa terjadi dan seolah menyalahkan kejadiannya.
Saya menangis melihat orang-orang menguatkan saya tapi sambil berderai air mata. 
Dada saya akan terasa sesak, dan hanya air mata yang keluar. Ingin rasanya berkata "sudah, jangan dibahas, jangan menangis, jangan sedih, ini sudah terjadi, jangan dipermasalahkan lagi, saya sudah ikhlas, sangat ikhlas."

Ahh ko saya jadi emosional gini yah, ko jadi ngalor ngidul yah. Hehehe..
Yah intinya hidup itu kan memang selalu ada datang, ada pergi, ada pertemuan, ada perpisahan. Jadi jangan pernah kaget  dan terlarut jika dipertemukan tiba-tiba dia pergi atau ada yang datang kembali sehingga terjadi perpisahan. Atau ada yang datang tiba-tiba harus ada pergi dan berpisah. Atau juga keajaiban dari Allah yang lainnya. Dia telah menetapkan dan memutuskan. Bukankah manusia hanya bisa merencanakan, berusaha dan pasrah? Saya sampai pada titik itu.

Innalillahi wainnaillaihi rojiun. Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada Allah jugalah kami akan kembali [Al-Baqarah 2:156]. Anak yang saya lahirkan adalah titipannya. Sembilan bulan telah Ia titipkan di rahim saya dan mempercayakan saya untuk merawat dan menjaganya. Dan ketika lahir, Allah ingin mengambilnya kembali itu adalah hak-Nya. Mau ga terima dan meraung seperti apapun tidak akan kembali, pemilikNya telah memintanya kembali, saya harus kembalikan dengan ikhlas.

Ketentuan Allah kadang sangat menyedihkan, rasanya menghancurkan semua angan-angan. Tapi Allah lebih mengetahui yang terbaik untuk umat-umatNya. InsyAllah saya tidak menyalahkan Allah dengan kejadian ini, kehilangan anak yang saya tunggu sesaat setelah dilahirkan. Pasti ada hikmah dibalik semua peristiwa, dan ini menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk melanjutkan perjalanan kehidupan selanjutnya. Pengalaman saya, suami dan keluarga untuk lebih berhati-hati, lebih mawas diri, lebih sabar, lebih tawakal dan lebih mendekatkan diri pada Allah.

Sungguh ini menyedihkan, tapi hidup selalu penuh dengan kejutan salah satunya kepergian. Saya, suami dan keluarga harus bisa move on dan tetap semangat. Bukankah inilah hidup? ^,^

Thursday, January 22, 2015

meng-Angkasa

Wahhhh, ini sebenernya udah lama banget, tapi baru sempet diposting sekarang. Maklum, si yang punya rada-rada sok sibuk. Hehehe

Ada yang pernah membayangkan terbang dengan pesawat ini? Seperti layang-layang, tapi ini bukan paralayang kaya yagn di puncak Bogor itu. Pesawat? iyah pesawat. Tapi awaknya cuma berdua, pesawat Microlight Trike namanya..

Pesawat Microlight Trike 
Di tempat saya bekerja, Taman Nasional Wakatobi. Pesawat ini telah ada sejak tahun 2011, digunakan untuk keperluan patroli udara karena sebagian besar kawasan Taman Nasional Wakatobi adalah perairan, nah dengan menggunakan pesawat ini memudahkan kami untuk memantau keadaan sekitar kawasan dari udara. 

Sebenarnya sudah lamaaaaaaaa sekali saya menantikan untuk menjajal pesawat ini, mau tau rasanya terbang. Bukan terbang yang dengan pesawat Boeing yang gede itu, tapi dengan pesawat trike yang ga punya jendela, ga punya pintu jadi biar berasa "ditampar anginnya" Hehehe.

Alhamdulillah, oleh-oleh ngebolang ke Wakatobi akhir bulan di tahun 2013 kemaren (Wuihhhhhhh, lama amat yah) ini nih, mejeng di atas pesawat Trike

Saat itu kebetulan saya sedang melakukan tugas lapangan di Tomia (ceritanya cari data gitu) tapi sebelum pulang ke Baubau, singgah di Wanci dulu. Karena sudah menahan hasrat sejak dulu kala, saat malam saya merayu sang pilot buat terbang. Akhirnya setelah dirayu berhasil si pilot "ngangguk" setuju memboyong saya untuk ikutan patroli udara. Rencana awal akan terbang pagi-pagi, karena katanya cuaca bagus, tapi ternyataaaaaaaaaaa.. Hujaaaaaaannnnnnnn! Ahhhh, gagal deh terbangnya. Padahal udah semangat sampai ga bisa tidur nunggu besok.

Mungkin karena si pilot udah keburu janji dengan saya, saat cuaca bagus (ga ujan, ga mendung) dia langsung bilang "jadi mau ikut?" Hahahaha, jadi dong! jam 3 sore meluncur ke Bandara.

Nah itu tuh foto di atas, mejeng sebelum terbang. Oh iyah saya belum ngenalin pilotnya yah. Dia adalah teman sekantor saya di Taman Nasional Wakatobi. Beberapa tahun lalu dia dan satu orang teman lagi mengikuti pelatihan menjadi pilot untuk menerbangkan pesawat microlight Trike ini. Nah dua orang pilot inilah yang biasa mondar-mandir di udara untuk memantau keadaan kawasan di Taman Nasional Wakatobi. Saya bangga lah punya teman-teman hebat seperti mereka. Berani. Padahal setelah merasakan terbang, saya baru tau resiko apa aja yang bisa terjadi.

Sekitar jam 4 sore, pesawat siap, pilot siap, cuaca mendukung dan saya so pasti sangat siap dong (baca: ga bawa jaket, pakai sandal jepit, pake jeans) Hahahaha, karena pakaian seadanya tapi nafsu terbang sangat tinggi, akhirnya si petugas darat dengan baiknya meminjamkan jaket dan sepatunya (Sama pilotnya ga diijinin pake baju seadanya).

 Periapan sebelum terbang

Wuuuuuuunngggggg... wwwwwuuuuuunnnggggggggg.. wwwwwuuuuunnnggggg...
Suara mesin Trike sudah mulai mengaung, dipanaskan dulu katanya. Ahhh saya ga mau kalah, mau pemanasan juga ahhh (read: foto-foto sebelum terbang). Naik pesawat (saya di bangku belakang), pakai headset bermicrophone yang ternyata saya bisa mendengar sang pilot berbicara dan juga sebaliknya. Jadi kalo mau ngobrol ga usah teriak-teriakan di udara sambil mejuin kepala ke depan kaya naek ojek. Dikasih aba-aba sama si pilot, katanya tenang aja, ikutin perintahnya. Wahhh, siaaaaapppppp pakkk!!

Sampai di landasan terbang mesin makin meraung, gas pooll ga lama ban depan pesawat naek, di ikuti kedua ban di belakangnya. Wahhhhhhhh, terbanggggggggg!! Duh beneran ini rasanya seru banget. Mungkin ini yang dirasain Harry Potter pertama kali naek sapu terbangnya kali yah?. mata saya langsung melihat ke bawah, beneran loh ini saya udah ga menapaki daratan, ketinggian terbang 10.000 meter di atas laut. 

Pulau Wanci dari udara

Pohon, orang, jalanan, rumah, hotel, gedung ahhh semua jadi keliatan kecil. Semua dapat terlihat dari atas sini. Hamparan laut, hamparan pepohonan. Kapal-kapal nelayan dapat terlihat, apa saja yang mereka lakukan juga terlihat. Jadi membayangkan sedang patroli udara memantau kawasan dari ketinggian, kalau menemukan oknum yang sedang merusak kawasan langsung di "halooo halooo" pake microphone ngasih peringatan.



Ternyata sudah satu jam saya berada di udara, walaupun cuma memutar pulau Wanci saja, karena cuaca mulai mendung jadi si pilot ga berani bawa saya jauh-jauh. Puas foto-foto (walaupun cuma pakai kamera handphone), puas melihat ciptaanNya dari atas (ternyata Allah, kereeeeeennn bangeeeettttt!), puas mensyukuri pengalaman, akhirnya si pilot memutar untuk kembali pulang, mendarat. "Biar ga lupa daratan katanya" Hehehehe.




Menerbangkan pesawat jauh lebih mudah daripada mendaratkannya. Katanya, karena adanya panas matahari dari landasan yang memantulkan benda lain (dengan berat jenis yang berbeda). Jadi saat akan mendarat pesawat seperti membal ditolak bumi, sampai dua kali si pilot cuma muter-muter landasan untuk mendarat. 
Siap landing
Alhamdulillah, akhirnya mendarat. Saya takjub dengan buatan manusia, pesawat trike ini. Tapi saya tak kalah takjub dengan ciptaanNya, menciptakan akal untuk manusia membuat pesawat ini, memberikan akal, pikiran, keberanian kepada manusia sampai dapat mengendarai pesawat ini dan sangat takjub dengan ciptanNya yang memciptakan semesta ini. Sungguh indah dari angkasa, dunia terlihat kecil. Mungkin itulah yang dilihatNya dari atas sana. Manusia bukanlah apa-apa tanpaNya. Hanya sebagian makluk kecil.

Mejeng setelah terbang ^.^
Suatu hari, saya harus menaiki pesawat ini lagi, dengan peralatan lengkap (kamera) dan membidik semua sudut Wakatobi untuk mengeksplore yang ada di dalamnya, ciptaanNya.



Thursday, January 08, 2015

Hallo, Genduk..

"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa" [Al' Imran, 3:38]


Alhamdulillah, Allah tidak menunda rejekiNya kepada kami. Kami meminta, Ia memberikan. Kami memohon, Ia mengabulkan. Kami berusaha, Ia memberikan hasilnya. Selayaknya, tak pernah patut kami untuk mendustakanNya.

Hallo, Genduk..
Kami memintamu padaNya, nak. Meminta keturunan yang baik untuk menyempurnakan ibadah kami, dalam sujud dan doa. Tidak menunggu lama, sebulan setelah Ayah dan Ibu menikah kamu hadir. Betapa bahagianya kami!

Minggu demi minggu sungguh menakjubkan, bahkan setiap haripun aku menunggumu. Menanti kabar sedang apa kamu di sana? Nyamankah kamu di sana? Mengapa parutku belum juga membuncit? Kapan kamu mulai menggeliat berputar-putar di perutku? Apa yang harus kumakan? Apa yang tidak boleh kulakukan? Bermacam-macam artikel ku baca tentangmu. Hanya untuk memastikan, anakku baik di dalam sana.
 
Genduk dari bulan ke bulan

Kini, 29 minggu usiamu sayang. Seperti keinginan Ayahmu, seorang anak perempuan. Insya Allah, permintaannya kali ini dikabulkan lagi olehNya. Tuhan kita memang sangat baik yah sayang. Insya Allah, akan kami bimbing dirimu untuk mengenalNya, untuk bersyukur padaNya, untuk selalu mengingatNya dalam setiap ucap dan perilaku. Insya Allah.

Genduk sehat terus yah sayang, nikmati bebasmu di rahimku, bermainlah sesukamu. Akan Ibu jaga kamu di sini. Sampai kita bertemu di saatnya nanti yah, Genduk. Dalam waktu yang menggembirakan dengan rasa yang menggembirakan dan penuh syukur. 

See you soon my (to be) baby girl. ^.^