Saturday, April 11, 2015

Kejutan Kehidupan

Bismillah.
Sebenarnya menuliskan cerita ini agak berat, seperti mengulang lagi yang akhirnya membuat sedih. Tapi ngak apa-apa yah, mungkin bisa jadi pengalaman untuk berbagi, dan menshare apa yang saya rasakan. Jangan nangis yah Feby! :)

Saat memasuki 40 minggu kehamilan saya mulai gelisah, ko si Kaka belum ada tanda-tanda mau keluar yah. Saat periksa terakhir dokter kandungan yang memeriksa saya mengatakan kalo si Kaka sudah masuk ke panggul yang artinya posisi udah siap brojol, berat dan perkembangan si Kaka sudah cukup, tapi si dokter bilang kalau plasentanya sudah mulai tua, ada warna putihnya. Tapi so far semua masih dalam kondisi normal dan baik-baik saja, sehingga saya dan suami tidak perlu khawatir. Dan si dokter memastikan kalau saya masih bisa melahirkan secara normal, kondisinya baik untuk saya maupun si bayinya. Semakin mendekati minggu ke 40, saya lebih giat lagi jalan pagi, ngepel jongkok, senam dan berenang. Walaupun kaki pegel nggak karuan, punggung rasanya mau copot, tapi ngak apaa2 semua demi si Kaka.

Artikel tanda-tanda persalinan semakin sering saya baca, obrolan emak-emak di situs mengenai kehamilan, kelahiran makin sering saya lihat berharap ada pengalaman yang sama dengan saya. Maklum ini kan kehamilan dan persalinan pertama, saya benar-benar ingin semua baik-baik saja.
Hingga akhirnya tanda pertama muncul. 15 Maret 2015, seperti biasa saat trimester terakhir kehamilan bulak-balik ke kamar mandi sudah menjadi kebiasaan saya. Pagi ini rasanya agak berbeda, perut saya yang memang sudah mulas dari semalam dan saya merasa celana dalam saya basah. Dengan malas saya ke kamar mandi untuk buang air kecil, saat membuka celana dalam, kaget dan juga senang. Akhirnya yang ditunggu muncul, ada lendir darah di celana dalam saya, tanda-tanda persalinan pertama. Buru-buru saya ke kamar dan membangunkan suami "Sayang, kayanya kita harus ke rumah sakit deh sekarang". Sontak saja si suami bangun "kenapa? udah mau lahir?". Setelah sholat subuh saya dan suami meluncur ke rumah sakit. Saat diperiksa sudah pembukaan satu. Alhamdulillah, semakin dekat saya untuk menemui si Kaka yang sudah ditunggu-tunggu.

Ternyata proses si Kaka memasuki panggul cukup lama. Karena masih pembukaan satu maka si suster yang menangani saya bilang "4 jam lagi di observasi yah bu, kalau masih belum nambah juga Ibu boleh pulang dulu, tapi kalau mau di sini juga boleh". 4 jam kemudian saya di observasi dan masih sama, pembukaan 1 dan belum bertambah. Tapi karena saya dan suami berpikir akan terburu-buru kalau pulang ke rumah dan kembali lagi ke rumah sakit akhirnya saya tetap di rumah sakit menunggu hingga si Kaka lahir.

Setelah hampir 24 jam akhirnya pembukaan bertambah, dan rasa mulas yang saya rasakan semakin dahsyat. Semakin senang saya, akhirnya sebentar lagi gendong si Kaka. 16 Maret 2015, pukul 04.44 WIB saya melahirkan, anak perempuan seberat 2,4 kg secara normal. Tapi sayangnya saat lahir dia nggak nangis, pikiran saya mulai kalut, sakit yang saya rasakan tiba-tiba tidak terasa, entah rasanya saya gelisah tapi pasrah. Dokter yang mambantu saya melahirkan bilang, iyah tunggu dulu jangan menangis dulu ini sedang diusahakan. Rasanya benar-benar lemas, saya cuma bisa memandangnya di bed lain sedang dibantu pernapasan, bergantian saya memandang suami saya. Kacau.

Setelah 5 menit bantuan tidak merespon, tim dokter langsung membawa bayi saya ke ruang tindakan anak, suami saya ikut untuk menyaksikan. Saya hanya bisa diam, sedih rasanya tapi nggak bisa nangis. Air mata saya rasanya kering. Setengah jam, sejam sampai akhirnya jam 06.00 suami saya datang ke kamar dan mengabarkan, si Kaka sudah pulang duluan. Innalillahi. Air mata saya kering, sulit untuk menangis.

Lalu saya bisa apa? Pasrah, berusaha ikhlas.
Ingin rasanya menangis meraung agar puas, tapi semua tertahan, air mata saya kering. 
Ingin segera mendatanginya di perawatan bayi, menggendongnya sebentar, hanya untuk melekatkan wajah dan tubuhnya di ingatanku.
Ingin rasanya menanyakan penyebabnya langsung ke dokter mengapa bisa seperti ini.
Ingin rasanya saya bilang ke semua orang yang datang dan menunggui untuk tidak menangis. Sudah jangan ditanya, jangan di andai-andai, jangan di sesali, saya sesak. Rasanya semua tangis orang-orang, rasa penasaran orang-orang, pertanyaan-pertanyaan yang saya juga tidak tahu mengapa hanya menyudutkan saya tidak bisa melahirkannya dengan selamat. Tidak bisa menjaganya dengan benar selama di kandungan sehingga si Kaka ga bisa bertahan lebih lama. Saya benar-benar merasa bersalah. Akhirnya saya cuma bisa senyum, sambil menjawab semua dengan "belum rejekinya punya anak, doain aja yah".

Setelah itu saya memang kadang menangis? Iyah saya menangis. Tapi bukan sedih karena kehilangan yang saya harapkan. Saya memang sangat sedih dengan meninggalnya buah hati yang saya tunggu, tapi bukan itu yang membuat saya menangis. Saya percaya, Allah selalu punya rencana lain yang lebih baik dibandingkan semua khayal dan angan-angan yang telah didamba manusia. Saya sangat yakin putri kecil saya sudah menjadi bidadari surga yang sangat cantik dan tersenyum sangat manis seperti wajahnya saat terakhir saya lihat di sana. Saya sangat percaya, Allah telah menjaganya di sana, lebih baik, lebih aman dibanding jika saya yang menjaganya.

Saya sedih dan menangis saat melihat suami saya terlihat sangat sedih, terpukul dan kecewa dengan meninggalnya putri kami.
Saya menangis melihat orang tua dan semua keluarga terlihat sangat sedih kehilangan cucu, ponakan dan anak yang dinantinya.
Saya menangis setiap mendengar orang-orang mempertanyakan mengapa bisa terjadi dan seolah menyalahkan kejadiannya.
Saya menangis melihat orang-orang menguatkan saya tapi sambil berderai air mata. 
Dada saya akan terasa sesak, dan hanya air mata yang keluar. Ingin rasanya berkata "sudah, jangan dibahas, jangan menangis, jangan sedih, ini sudah terjadi, jangan dipermasalahkan lagi, saya sudah ikhlas, sangat ikhlas."

Ahh ko saya jadi emosional gini yah, ko jadi ngalor ngidul yah. Hehehe..
Yah intinya hidup itu kan memang selalu ada datang, ada pergi, ada pertemuan, ada perpisahan. Jadi jangan pernah kaget  dan terlarut jika dipertemukan tiba-tiba dia pergi atau ada yang datang kembali sehingga terjadi perpisahan. Atau ada yang datang tiba-tiba harus ada pergi dan berpisah. Atau juga keajaiban dari Allah yang lainnya. Dia telah menetapkan dan memutuskan. Bukankah manusia hanya bisa merencanakan, berusaha dan pasrah? Saya sampai pada titik itu.

Innalillahi wainnaillaihi rojiun. Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada Allah jugalah kami akan kembali [Al-Baqarah 2:156]. Anak yang saya lahirkan adalah titipannya. Sembilan bulan telah Ia titipkan di rahim saya dan mempercayakan saya untuk merawat dan menjaganya. Dan ketika lahir, Allah ingin mengambilnya kembali itu adalah hak-Nya. Mau ga terima dan meraung seperti apapun tidak akan kembali, pemilikNya telah memintanya kembali, saya harus kembalikan dengan ikhlas.

Ketentuan Allah kadang sangat menyedihkan, rasanya menghancurkan semua angan-angan. Tapi Allah lebih mengetahui yang terbaik untuk umat-umatNya. InsyAllah saya tidak menyalahkan Allah dengan kejadian ini, kehilangan anak yang saya tunggu sesaat setelah dilahirkan. Pasti ada hikmah dibalik semua peristiwa, dan ini menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk melanjutkan perjalanan kehidupan selanjutnya. Pengalaman saya, suami dan keluarga untuk lebih berhati-hati, lebih mawas diri, lebih sabar, lebih tawakal dan lebih mendekatkan diri pada Allah.

Sungguh ini menyedihkan, tapi hidup selalu penuh dengan kejutan salah satunya kepergian. Saya, suami dan keluarga harus bisa move on dan tetap semangat. Bukankah inilah hidup? ^,^