Ada yang lebih baik dari ASI? Yang lebih mahal banyak !
Pernah dengar slogan itu? Benar, itu adalah slogan salah satu iklan sebenarnya, saya plesetin sedikit. Yah, susu termahal sekalipun tidak jauh lebih baik daripada Air Susu Ibu (ASI) kepada anaknya. Saya mengakui itu.
Aluna, putri cantik kami yang lahir melalui operasi pembedahan sesar. Saya ingat betul ketika sadar, suster yang merawat saya bertanya:
Suster : "Anaknya mau dikasih minum apa Bunda?"
Saya : "ASI suster, tapi belum keluar ASInya. Biasanya ibu-ibu yang lain gimana sust?"
Suster : "Beda-beda Bunda. Ada yang langsung dikasih ASI sama Ibunya, ada yang dikasih susu formula, ada juga yang ga dikasih apapun sampai ASI keluar."
Saya : "Loh, gapapa yah sust kalo ga dikasih gitu?"
Suster : "Gapapa Bunda, kan di tubuh si bayi masih ada sisa sisa makanan dari dalam perut Bunda dulu. Maksiman 3 hari, dedenya masih bisa bertahan Bund".
Saya : "Dikasih Sufor dulu aja suster, gapapa. Sampai ASI saya keluar".
Yak, Aluna tidak full anak ASI kok. Saya memutuskan untuk memberikan Aluna susu formula sesaat ia lahir. Saya tahu, bayi yang baru lahir akan bisa bertahan tidak makan dan minum apapun selama hampir 3 hari, karena masih memiliki cadangan makanan saat di rahim.
Aluna memang anak kedua kami, tapi rasanya seperti anak pertama. Saya benar-benar tidak tahu apapun tentang apa yang harus dilakukan setelah melahirkan. Akhirnya selama 4 (empat) hari perawatan di Rumah Sakit, Aluna tidak pernah sekamar dengan saya. Aluna hanya dibawakan suster saat pagi (sekitar pukul 9) lalu diambil saat waktunya minum susu (jam 12 atau 13) lalu dibawakan kembali ke kamar saya saat jam 5 sore dan diambil kembali jam 9 malam. Itu pun tidak selalu begitu, terkadang Aluna hanya diantar pagi diambil siang. Tergantung kondisi Aluna tenang atau tidak saat di kamar saya, butuh minum atau tidak, dan lainnya. Padahal Rumah Sakit yang saya tempati saat itu memungkinkan untuk room in dengan si bayi, terlebih saya hanya sendiri di kamar perawatan.
Malam ketiga saat perawatan, tiba-tiba saya merasa sedih. Aluna seperti tidak memiliki ayah dan ibu berada di ruang perawatan anak bersama suster, sedangkan bayi-bayi lainnya kebanyakan dibawa ke kamar bersama ibunya. Saya benar-benar tidak mandiri saat melahirkan Aluna. Kalau Aluna haus, panggil suster. Popok Aluna basah, panggil suster. Aluna nangis terus, panggil suster. Pokoknya Aluna seperti anak suster. Sedih.
Lalu kapan saya menyusui Aluna? Saya gagal untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD), karena saya dibius total saat melahirkan Aluna. Boro-boro IMD kali, sadar aja enggak.
Lalu kapan saya menyusui Aluna? Saya menyusui Aluna sehari setelah melahirkan. Setelah saya diperbolehkan dan bisa duduk, saya bertemu Aluna dan menggendongnya, serta mencoba menyusuinya langsung.
Ternyata artikel-artikel dan instruksi suster itu susah yah saat dilakukan. Yes, menyusui pertama kali ternyata susah. Aluna baru lahir sangat kecil, ahh ngeri menggendongnya. Menyusuinya harus dilakukan dengan cara tidur miring, duduk sempurna saja bekas operasi saya masih terasa sakit apalagi karus memiringkan badan. tapi saya paksakan. Alhamdulillah bisa, Aluna pintar langsung lack-on dengan puting payudara saya. Tapi saya? Saya kaku. Entah Aluna saat mengenyot ada ASI yang keluar atau tidak, saya sih Percaya Diri aja kalau Aluna sudah minum ASI.
Setelah hari itu mencoba mengASIhi Aluna, suster yang merawat ingin melakukan pijat payudara untuk saya (salah satu paket yang saya ambil untuk melahirkan). Setelah dipijat, suster menganjurkan saya untuk melakukan pemerahan dengan breast pump, biar nanti ASI yang diperah bisa diberikan ke dede bayi, kata si suster. Saya nurut.
Saya melakukan pemerahan pada payudara saya untuk pertama kali, sakit! dan ga ada yang keluar. Cuma basah-basahin corong si breast pump saja. Saya hampir putus asa. Boro-boro 50 sampai 100 ml, 5 ml saja tidak terkumpul. Saya pun sedikit stres, ternyata Aluna kemarin itu belum minum apapun. (walaupun sebenarnya sudah yah, tapi memang sedikit). Saya ngotot. Habis makan, saya perah, keluar sedikit sakit pula dan terus seperti itu. Saya tetap ngotot. Perah lagi dan alhamdulillah bertambah sedikit. Kali ini tidak cuma membasahi corong BP, hasil perahan dibawa suami saya ke Aluna untuk diminum. Ahh, senang rasanya. Terus sambil diselang seling dengan susu formula.
Tiba hari saya dan Aluna diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Yeeeaaayyyy, pulang.
Saat akan pulang saya masih kebingungan, bagaimana jika ASI saya tidak mencukupi Aluna. Akhirnya saya dan suami sepakat untuk membeli susu formula dahulu untuk berjaga-jaga kalau ASI saya kurang saat di rumah nanti.
Setiba di rumah, saya menyusui Aluna langsung. Setiap Aluna bangun, nangis, saya susui begitu seterusnya sampai tiba pada 2 minggu Aluna lahir dan waktunya Aluna untuk kontrol pertamanya ke rumah sakit. Beberapa hari ini sebenarnya saya sudah merasa aneh dengan kondiri kulitnya Aluna, agak kekuningan. Berkali kali saya berkata pada mama tapi mama selalu bilang gapapa ahh, sehat ko ini.
Benar saja, setelah diperiksa dokter dan cek laboratorium, bilirubin Aluna tinggi (14,5 mg/dl) dan harus disinar agar bilirubinnya kembali normal.
Berada di ruang perawatan anak, Aluna hanya dapat dikunjungi 2 kali sehari. Lalu bagaimana saya bisa memberikan Aluna ASI?
Sekali lagi Aluna dibantu susu formula. Dan saya semakin ngotot untuk memberikan ASI kepada Aluna.
Hari itu juga, setelah Aluna dirawat, saya langsung meminjang breast pump di rumah sakit untuk memerah, 30 ml. Saya langsung serahkan untuk Aluna. Saya tidak menemani Aluna di rumah sakit, karena memang tidak bisa. Jadi saya dan suami pulang ke rumah, memerah di rumah, lalu membawanya ke rumah sakit untuk diminum Aluna lagi. Begitu seterusnya sampai Aluna keluar dari rumah sakit lagi. Alhamdulillah, Aluna keluar dari rumah sakit dan saya menyusui Aluna setiap 2 jam sekali.
Dua minggu kemudian kontrol Aluna. Kali ini saya memutuskan untuk pindah rumah sakit, sebelumnya di RSIA Hermina Bogor saya memutuskan untuk pindah ke RS Pertamedika Sentul City dengan dokter yang berbeda pula. Ini bukan karena dokternya, tapi jarak rumah sakitnya yang jauh, pertimbangan saya Aluna terlalu lelah kalau harus menempuh perjalanan ke RSIA Hermina Bogor.
Aluna, putri cantik kami yang lahir melalui operasi pembedahan sesar. Saya ingat betul ketika sadar, suster yang merawat saya bertanya:
Suster : "Anaknya mau dikasih minum apa Bunda?"
Saya : "ASI suster, tapi belum keluar ASInya. Biasanya ibu-ibu yang lain gimana sust?"
Suster : "Beda-beda Bunda. Ada yang langsung dikasih ASI sama Ibunya, ada yang dikasih susu formula, ada juga yang ga dikasih apapun sampai ASI keluar."
Saya : "Loh, gapapa yah sust kalo ga dikasih gitu?"
Suster : "Gapapa Bunda, kan di tubuh si bayi masih ada sisa sisa makanan dari dalam perut Bunda dulu. Maksiman 3 hari, dedenya masih bisa bertahan Bund".
Saya : "Dikasih Sufor dulu aja suster, gapapa. Sampai ASI saya keluar".
Yak, Aluna tidak full anak ASI kok. Saya memutuskan untuk memberikan Aluna susu formula sesaat ia lahir. Saya tahu, bayi yang baru lahir akan bisa bertahan tidak makan dan minum apapun selama hampir 3 hari, karena masih memiliki cadangan makanan saat di rahim.
Aluna memang anak kedua kami, tapi rasanya seperti anak pertama. Saya benar-benar tidak tahu apapun tentang apa yang harus dilakukan setelah melahirkan. Akhirnya selama 4 (empat) hari perawatan di Rumah Sakit, Aluna tidak pernah sekamar dengan saya. Aluna hanya dibawakan suster saat pagi (sekitar pukul 9) lalu diambil saat waktunya minum susu (jam 12 atau 13) lalu dibawakan kembali ke kamar saya saat jam 5 sore dan diambil kembali jam 9 malam. Itu pun tidak selalu begitu, terkadang Aluna hanya diantar pagi diambil siang. Tergantung kondisi Aluna tenang atau tidak saat di kamar saya, butuh minum atau tidak, dan lainnya. Padahal Rumah Sakit yang saya tempati saat itu memungkinkan untuk room in dengan si bayi, terlebih saya hanya sendiri di kamar perawatan.
Malam ketiga saat perawatan, tiba-tiba saya merasa sedih. Aluna seperti tidak memiliki ayah dan ibu berada di ruang perawatan anak bersama suster, sedangkan bayi-bayi lainnya kebanyakan dibawa ke kamar bersama ibunya. Saya benar-benar tidak mandiri saat melahirkan Aluna. Kalau Aluna haus, panggil suster. Popok Aluna basah, panggil suster. Aluna nangis terus, panggil suster. Pokoknya Aluna seperti anak suster. Sedih.
Lalu kapan saya menyusui Aluna? Saya gagal untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD), karena saya dibius total saat melahirkan Aluna. Boro-boro IMD kali, sadar aja enggak.
Lalu kapan saya menyusui Aluna? Saya menyusui Aluna sehari setelah melahirkan. Setelah saya diperbolehkan dan bisa duduk, saya bertemu Aluna dan menggendongnya, serta mencoba menyusuinya langsung.
Ternyata artikel-artikel dan instruksi suster itu susah yah saat dilakukan. Yes, menyusui pertama kali ternyata susah. Aluna baru lahir sangat kecil, ahh ngeri menggendongnya. Menyusuinya harus dilakukan dengan cara tidur miring, duduk sempurna saja bekas operasi saya masih terasa sakit apalagi karus memiringkan badan. tapi saya paksakan. Alhamdulillah bisa, Aluna pintar langsung lack-on dengan puting payudara saya. Tapi saya? Saya kaku. Entah Aluna saat mengenyot ada ASI yang keluar atau tidak, saya sih Percaya Diri aja kalau Aluna sudah minum ASI.
Setelah hari itu mencoba mengASIhi Aluna, suster yang merawat ingin melakukan pijat payudara untuk saya (salah satu paket yang saya ambil untuk melahirkan). Setelah dipijat, suster menganjurkan saya untuk melakukan pemerahan dengan breast pump, biar nanti ASI yang diperah bisa diberikan ke dede bayi, kata si suster. Saya nurut.
Saya melakukan pemerahan pada payudara saya untuk pertama kali, sakit! dan ga ada yang keluar. Cuma basah-basahin corong si breast pump saja. Saya hampir putus asa. Boro-boro 50 sampai 100 ml, 5 ml saja tidak terkumpul. Saya pun sedikit stres, ternyata Aluna kemarin itu belum minum apapun. (walaupun sebenarnya sudah yah, tapi memang sedikit). Saya ngotot. Habis makan, saya perah, keluar sedikit sakit pula dan terus seperti itu. Saya tetap ngotot. Perah lagi dan alhamdulillah bertambah sedikit. Kali ini tidak cuma membasahi corong BP, hasil perahan dibawa suami saya ke Aluna untuk diminum. Ahh, senang rasanya. Terus sambil diselang seling dengan susu formula.
Tiba hari saya dan Aluna diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Yeeeaaayyyy, pulang.
Saat akan pulang saya masih kebingungan, bagaimana jika ASI saya tidak mencukupi Aluna. Akhirnya saya dan suami sepakat untuk membeli susu formula dahulu untuk berjaga-jaga kalau ASI saya kurang saat di rumah nanti.
Setiba di rumah, saya menyusui Aluna langsung. Setiap Aluna bangun, nangis, saya susui begitu seterusnya sampai tiba pada 2 minggu Aluna lahir dan waktunya Aluna untuk kontrol pertamanya ke rumah sakit. Beberapa hari ini sebenarnya saya sudah merasa aneh dengan kondiri kulitnya Aluna, agak kekuningan. Berkali kali saya berkata pada mama tapi mama selalu bilang gapapa ahh, sehat ko ini.
Benar saja, setelah diperiksa dokter dan cek laboratorium, bilirubin Aluna tinggi (14,5 mg/dl) dan harus disinar agar bilirubinnya kembali normal.
Berada di ruang perawatan anak, Aluna hanya dapat dikunjungi 2 kali sehari. Lalu bagaimana saya bisa memberikan Aluna ASI?
Sekali lagi Aluna dibantu susu formula. Dan saya semakin ngotot untuk memberikan ASI kepada Aluna.
Hari itu juga, setelah Aluna dirawat, saya langsung meminjang breast pump di rumah sakit untuk memerah, 30 ml. Saya langsung serahkan untuk Aluna. Saya tidak menemani Aluna di rumah sakit, karena memang tidak bisa. Jadi saya dan suami pulang ke rumah, memerah di rumah, lalu membawanya ke rumah sakit untuk diminum Aluna lagi. Begitu seterusnya sampai Aluna keluar dari rumah sakit lagi. Alhamdulillah, Aluna keluar dari rumah sakit dan saya menyusui Aluna setiap 2 jam sekali.
Dua minggu kemudian kontrol Aluna. Kali ini saya memutuskan untuk pindah rumah sakit, sebelumnya di RSIA Hermina Bogor saya memutuskan untuk pindah ke RS Pertamedika Sentul City dengan dokter yang berbeda pula. Ini bukan karena dokternya, tapi jarak rumah sakitnya yang jauh, pertimbangan saya Aluna terlalu lelah kalau harus menempuh perjalanan ke RSIA Hermina Bogor.
Di RSPSC, saya mancari dsa senior dan kebetulan juga dsa yang preaktek di RS Hermina. Saya dan suami menceritakan proses kelahirannya Aluna dan riwayat hyperbilirubin Aluna. Setelah diperiksa, dsa meminta Aluna untuk tes laboratorium lagi untuk mengecek sudah normalkah bilirubin Aluna? Kalau masih tinggi, Aluna akan dirawat kembali. Alhamdulillah, hasil tes lab menunjukkan bilirubin Aluna 10 mg/dl, Aluna boleh tiak dirawat, namun saya diberikan PR oleh dsa untuk dapat menaikan BB Aluna 1000 gr dalam sebulan ini. Dokter Aluna menyatakan kalau pemberian ASI saja untuk Aluna tidak cukup, sehingga perlu ditambah susu formula. Pemberian susu formula ini sebatas pencapaian BB Aluna saja, setelah terpenuhi bisa dilepas.
Sekali lagi, Aluna minum susu formula. Sedih? Yah, saya sedih. Tapi lebih sedih lagi jika saya membiarkan Aluna lapar dan berisiko dengan penyakit lain jika saya tetap memaksakan hanya ASI. Baiklah, yang terbaik untuk Aluna saya akan berikan.
Setelah sebulan semenjak kontrol terakhir, BB Aluna terpenuhi, Aluna Alhamdulillah sehat, mami senang mami tenang. Semenjak itu juga Aluna berhenti minum susu formula dan full ASI hingga saat ini usia Aluna 9 bulan.
Yes, Aluna memang bukan anak full ASI. Tapi bukan berari Aluna jadi anak sapi, anak domba, anak kambing atau anak kedelai. Aluna tetap anak manusia yang pernah makan susu sapi.
Saya mendukung pemberian ASI full untuk anak, namun pemberian susu formula pun TIDAKLAH DOSA. Saya percaya, apapun yang diberikan sang Ibu kepada anaknya adalah yang terbaik. Jangan mendikte Ibu yang tidak memberikan ASI untuk anaknya, pasti ada sebuah alasan. Pemberian ASI memang yang terbaik, karena ASI adalah makanan terbaik dari yang termahal sekalipun. Namun untuk kondisi tertentu, susu formula akan menjadi makanan terbaik untuk si bayi untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Sekali lagi, Aluna minum susu formula. Sedih? Yah, saya sedih. Tapi lebih sedih lagi jika saya membiarkan Aluna lapar dan berisiko dengan penyakit lain jika saya tetap memaksakan hanya ASI. Baiklah, yang terbaik untuk Aluna saya akan berikan.
Setelah sebulan semenjak kontrol terakhir, BB Aluna terpenuhi, Aluna Alhamdulillah sehat, mami senang mami tenang. Semenjak itu juga Aluna berhenti minum susu formula dan full ASI hingga saat ini usia Aluna 9 bulan.
Yes, Aluna memang bukan anak full ASI. Tapi bukan berari Aluna jadi anak sapi, anak domba, anak kambing atau anak kedelai. Aluna tetap anak manusia yang pernah makan susu sapi.
Saya mendukung pemberian ASI full untuk anak, namun pemberian susu formula pun TIDAKLAH DOSA. Saya percaya, apapun yang diberikan sang Ibu kepada anaknya adalah yang terbaik. Jangan mendikte Ibu yang tidak memberikan ASI untuk anaknya, pasti ada sebuah alasan. Pemberian ASI memang yang terbaik, karena ASI adalah makanan terbaik dari yang termahal sekalipun. Namun untuk kondisi tertentu, susu formula akan menjadi makanan terbaik untuk si bayi untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Kasih ibu sepanjang masa, tak terhingga dari sebatas makanan yang diberikannya. ^.^